Jumat (3/11/2017) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumpulkan para pejabat jajarannya untuk mematangkan anggaran sejumlah program. Salah satunya yang dibahas soal aktivitas penataan kampung. Anies mengatakan, dirinya ingin ada pembaruan kota atau urban renewal.
Anies memaparkan konsep rumah berlapis. Menurut Anies, Anies menyebut rumah berlapis kemungkinan menyerupai kampung deret.
Rumah berlapis itu pemukiman yang lahannya dikonsolidasikan. "Lalu dibangunkan rumah yang berlapis sehingga wilayah yang ada di situ mampu dimanfaatkan sebagai area bersama," ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Sabtu (4/11/2017) menyerupai dikutip dari Kompas.com.
Namun, ia ingin warga mendapat slot di rumah berlapis dengan ukuran yang sama menyerupai rumah mereka sebelumnya. Selain itu, rumah berlapis juga tidak boleh terlalu jauh dari tempat tinggal warga sebelumnya.
Anies menyebut terminologi "lapis" memiliki arti yang sama dengan "susun". Dalam konsep rumah berlapis, rumah-rumah mampu disusun satu tingkat, dua tingkat, dan seterusnya.
"Sebenarnya kalau Anda lihat izin, tulisannya apa? Lapis. Satu lapis, dua lapis, tiga lapis. Boleh Anda sebut susun, boleh sebut lapis, sama saja," ujarnya.
Dua hari kemudian, Anies menyatakan kalau konsep rumah berlapis sama dengan rumah susun. Dia menjelaskan, dalam setiap perizinan, rumah yang dibangun vertikal terminologi yang ditulis yaitu 'lapis'.
"Bersusun. Iya (seperti rusun). Kalau Anda lihat izin-izin kalau keluar, tulisannya apa? Lapis, bukan rusun, lapis. Bahasa teknisnya lapis," ujar Anies, Senin (6/11/2017).
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan, konsep rumah lapis yaitu rumah susun tapi tak terlalu tinggi, menyerupai layaknya rumah susun.
"Jangan dibayangkan 16 lantai, ini lebih cocok dengan ekosistem masyarakat yang aktif mengusulkan ingin ditata," ujarnya menyerupai dinukil dari Liputan6.com.
Namun dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2011 wacana Rumah Susun, tak dikenal istilah 'rumah lapis'. Hanya dikenal istilah 'rumah susun' menyerupai nama aturan tersebut.
Pasal 1 ayat 1 aturan itu menyebut;
Rumah susun yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bab bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Menurut pengamat tata kota Yayat Supriyatna, konsep Sebenarnya yang dirujuk yaitu rumah susun. Karena yang ada undang-undangnya memang rumah susun.
Kalau misal yang digagas yaitu rumah deret, itu hanya adopsi dari aktivitas gubernur sebelumnya, Joko 'Jokowi' Widodo.
Mengacu pada aktivitas rumah deret, syaratnya rumah deret yaitu tanah yang dipakai harus di atas tanah milik sendiri. Tapi dalam perjalanannya, di Jakarta sulit cari bukti kepemilikan tanah walau sudah tinggal berpuluh tahun.
Dalam perjalanannya, gubernur pengganti Jokowi, Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama mengganti programnya jadi rumah susun. Karena susah menemukan lahan.
Kalau yang mau dilakukan Anies-Sandi yaitu konsolidasi lahan, undang-undang perumahan dan pemukiman memang membolehkan.
Tapi untuk menerima lahan di Jakarta itu tak mudah. Harus ada komitmen dari 60-80 persen pemilik tanah yang kawasannya ditata negara.
"Pertanyaannya di mana lokasinya? Tapi warga mana yang mau? Apakah tanahnya milik sendiri? Apakah ada anggarannya?" kata dosen Planologi Universitas Trisakti itu kepada Metro TV, Senin (6/11/2017).
Perlu ada data yang lengkap. Kalau masih dalam tataran wacana, maka harus ditetapkan targetnya, di mana lokasinya dan anggarannya. "Mencari lokasi di Jakarta itu sulit. Kecuali pemerintah punya lahan yang mau digunakan (untuk membangun rumah lapis)," kata Yayat.
Sumber today.line.me
0 Response to "Rumah lapis, rumah susun, kampung deret, apa bedanya"
Post a Comment